“Cukuplah kematian
sebagai pemberi nasihat dan pelajaran” – Amr bin Yasir RA
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Tulisanku ini diperuntukkan untuk diriku, untuk
sahabat-sahabatku, khususnya sahabatku di #IndonesiaTanpaJIL. Dan terlebih pula
teriring doa untuk Ustadz Jefry Al Buchori Allahuyarham yang wafat pada hari
Jum’at, 26 April 2013, di sepertiga malam terakhir.
Pagi hari, pukul 06.00, ketika ku buka hapeku, ada 6 pesan
yang masuk dengan isi berita yang sama, yaitu berita wafatnya Ust. Jefry Al
Buchori (Uje), pukul 02.00 dikarenakan kecelakaan kendaraan bermotor.
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Pikiranku pun langsung berkelebat,
mengingat-ingat beliau, walaupun aku belum pernah bertemu, namun ada sesuatu
yang harus aku tuangkan dalam tulisan ini. Untuk diriku, untuk mu dan untuk
kita semua.
Ketika mendengar berita kematian beliau akibat kecelakaan
saat mengendarai motor, aku teringat kisahku 17 Februari tahun lalu. Aku
mengalami pengalaman serupa yaitu kecelakan berkendara di Yogyakarta. Waktu itu,
aku baru saja pulang dari sebuah sekolah di Bantul. Ketika melewati jalan
besar, ada pengendara yang ingin memotong jalan masuk ke lajur kanan. Kupikir
dia akan berhenti, ternyata dia tetep masuk mengambil jalur kendaraanku dan
tabrakan pun tak dapat dihindari. Alhasil, kaki kiriku robek, kepalaku
terbentur keras di aspal dan Alhamdulillah aku masih mengenakan helm walau
helmku retak di bagian belakang. Saat itu, berulang aku beristighfar dan bertakbir,
aku masih sadar dan dapat berdiri sambil dibantu oleh masyarakat sekitar dan
segera dibawa ke rumah sakit. Aku pun mendapatkan “oleh-oleh” 7 jahitan dilutut
kiri.
Helm pecah bagian belakang |
Berminggu kaki kiriku tak dapat ditekuk, sholat pun harus
duduk, berjalan tertatih, seminggu leher terasa sakit akibat benturan. Dalam
musibah yang aku hadapi, aku berpikir, Allah masih sayang padaku.., derita yang
kualami saat ini, masih jauh lebih kecil dari rahmatnya, yaitu nyawa masih
berada dalam tubuhku.
Bagaimana dengan orang-orang yang mengalami hal yang sama
denganku, seperti halnya Uje. Bukan hanya luka yang diderita, tetapi juga nyawa
yang meninggalkan raga. Inilah yang menjadi pengingat, bahwa kematian itu
terasa dekat dan ianya merupakan kepastian, hanya saja jalannya yang kita tidak
sangka. Menjadi pengingat besar untukku, bahwa Allah masih memberi kesempatan
untuk diriku untuk introspeksi, bertaubat, berbuat lebih baik lagi, karena
kematian itu dekat. Bagaimana jika nyawaku saat itu yang diambil oleh Allah?
Terlepas semua kenikmatan dunia, menghadapi alam kubur hingga menunggu
pengadilannya yang besar kelak.
Yang kedua yang ingin aku ceritakan adalah untuk diriku dan
kawan-kawan #IndonesiaTanpaJIL, sebuah gerakan dakwah kreatif, yang berfungsi
memberikan awareness kepada masyarakat tentang bahasanya pemikiran Islam
liberal.
Cerita ini sebenernya malu aku ceritakan, bahkan aib
terbesar dalam diriku, tetapi tulisan ini sebagai bentuk pertanggungjawabanku.
Sabtu, 20 April 2013 sepulang dari acara bedah buku
#IndonesiaTanpaLiberal di UIN Suka, aku berboncengan dengan temen untuk
mengembalikan buku-buku ke penerbit Gema Insani Press. Di perjalanan aku
nyeletuk “seumur-umur, gue belum pernah baca buku ustadz jefry. Koq ga rajin bikin
buku ya? Koq ya malah bikin album lagu. Ga kayak ustadz Adian Husaini, rajin
nulis buku. Ini baru ustadz” begitu aku berkata dengan nada yang cukup
meremehkan. Bahkan sering dalam hati aku berkata, itu ustadz-ustadz ditipi koq
pada gitu ya, ceramah koq kayak entertain gitu, isinya ketawa ketiwi. Kalau ustadz
itu harusnya kayak ustadz Adian, Gus Hamid, Daud Rasyid, aahh begitulah yang
pernah mengisi hatiku. Isinya mencibir ustadz, termasuk Ustadz Jefry.
Begitu mendengar berita wafatnya beliau, hatiku terhenyak..,
deggg, ini Ustadz yang sempet aku “nyinyirin” minggu kemarin. Astaghfirullah. L Betapa kotor hatiku yang ngakunya sebagai
aktivis dakwah, ternyata memiliki pemikiran macam itu, belum sempatpun aku
meminta maaf pada beliau karena prasangka buruk, beliau sudah dipanggil oleh
Allah.
Melihat berita di televisi, liputan khusus buat beliau,
berbagai testimoni dari temen dan saudara, betapa banyak yang mendapatkan
nasihat dan mendapatkan hidayah setelah mendengar ceramah-ceramah beliau,
bahkan jenazah beliau disholatkan di mesjid Istiqlal yang dihadiri ribuan jama’ah
dan dido’akan jutaan umat muslim di seluruh Indonesia. Sementara aku? Kalau aku
wafat nanti gimana? Apakah testimoni yang berdatangan ungkapan baik/buruk? Apakah kelak aku akan didoakan oleh orang
banyak? Jangan-jangan aku mudah begitu dilupakan?
Lalu kenapa aku masih bisa sombong? Bisa dengan gampang
meremehkan bahkan mencibir beliau yang telah berbuat begitu banyak untuk Islam.
Sementara aku? Siapa yang mengenal seorang Aspian Noor? seorang yang tak
kunjung lulus kuliahnya, karya-karyanya tidak ada, lebih banyak menyusahkan
orang lain. Seorang yang mengaku aktifis dakwah #IndonesiaTanpaJIL, namun
begitu lalai mengelola hati dan lisan. Astaghfirullah L
Ustadz Jefry bersama kawan-kawan #IndonesiaTanpaJIL |
Ustadz Jefry sangat mendukung penuh gerakan
#IndonesiaTanpaJIL, tetapi aku masih sempat-sempatnya mencibir beliau
seolah-olah beliau tidak memiliki karya untuk dakwah Islam. Aku tersadar, apa
sih yang sudah kuberikan untuk Islam? Menjadi Aktifis #ITJ? Apa benar aktifitas
dakwahku dicatat oleh Allah sebagai nilai-nilai kebaikan? Bagaimana bisa
bernilai kebaikan, jika dalam diriku masih terdapat rasa dengki,dan iri. Bukankah
rasa dengki itu dapat menghapus amalan sebagaimana api memakan kayu bakar. Ya
Allah L.
Dengan ini, aku memohon maaf kepada keluarga beliau dan kepada seluruh umat
muslim di Indonesia.
Kepada kawan-kawanku aktifis #IndonesiaTanpaJIL, kitalah
yang memegang estafet dakwah. Ustadz Jefry dikenal dengan ustadz yang dekat
dengan dunia anak muda, begitu pula gerakan dakwah kita. Teruslah berkreasi
dalam dakwah. Sampaikan kebenaran dengan lantang. Niatkan bahwa semua yang kita
lakukan untuk Islam, Allahu Ghayatunna.
Cukuplah kita disibukkan dengan amalan-amalan masing-masing.
Seperti Syaikh Hasan Al Banna berpesan bahwa kewajiban kita lebih banyak dari
waktu yang tersedia, bantulah orang lain agar dapat memanfaatkan waktunya.
Jangan sampai kita mempunyai hobi menghitung-hitung amal orang lain, sehingga
kita lupa akan amal kita sendiri. Saling bantu membantu dalam kebajikan dan
ketakwaan itulah yang menjadi prioritas dakwah kita.
Demikian tulisan ini dibuat, khususnya untuk diriku, untuk
sahabat2ku #IndonesiaTanpaJIL dan khususnya untuk Ustadz Jefry Al Buchori
Allahuyarham. Semoga Allah melimpahkan pahala untukmu, mengampuni segala
dosamu, melampangkan kuburmu dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi
kekuatan sabar dan ikhlas.
Uje, Aku mencintaimu karena Allah.
“Cukuplah
kematian sebagai pemberi nasihat dan
pelajaran” – Amr bin Yasir RA
@aspin4565
2 komentar:
:-)
Buat Bung Aspian Noor kau itu Tolol dan dungu kulihat di twitter...
Posting Komentar